Kamis, 05 April 2012

sejarah arsitektur


Pengertian dan Sejarah Arsitektur
Arsitektur
      Sebelum tahu lebih banyak tentang arsitektur, sebaiknya kita tahu dulu tentang pengertian arsitektur, serta sejarahnya. Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Arti yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk.
Sejarah Arsitektur :
      Setelah tahu arti dasar dari arsitektur, kita akan mengungkit sejarah daripada arsitektur. Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan, dan cara. Tahap awal dari arsitektur adalah tahap arsitektur prasejarah. Seiring dengan majunya zaman, manusia pun tambah berkembang dalam hal pemikiran, dan pengetahuan mulai berkembang melalui tradisi lisan dan praktek-praktek, kemudian arsitektur berkembang menjadi ketrampilan.
      Lama-kelamaan kompleksitas bangunan dan tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipe bangunan baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasipun bermunculan. Selain itu, karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan. Karya-karya tulis mengenai arsitektur menjadi kumpulan aturan untuk diikuti, khususnya dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh ini antara lain karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di abad Pertengahan Eropa, mulai dibentuk asosiasi profesi oleh para ahli keterampilan bangunan untuk mengorganisasi proyek.
      Pada masa Renaisans, humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual, seperti Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo da Vinci. Tetapi, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau bidang-bidang kerja lain.
      Bersamaan dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu, dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, seorang arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika. Kemudian bermunculanlah arsitek priyayi yang biasanya berurusan dengan klien kaya dan berfokus pada unsur visual dalam bentuk yang menuju pada contoh-contoh historis. Pada abad ke-19, Ecole des Beaux Arts di Prancis melatih calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa menekankan konteksnya.
      Revolusi Industri membuka pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika menjadi ukuran yang dapat dicapai. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.
      Ketidakpuasan terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan pemikiran-pemikiran yang mendasari Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher Werkbund yang dibentuk 1907, memproduksi obyek-obyek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik. Setelah itu, sekolah Bauhaus yang dibentuk di Jerman tahun 1919, menolak masa lalu sejarah dan memilih melihat arsitektur sebagai sintesa seni, ketrampilan, dan teknologi.
      Masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, keburukan, keseragaman, serta dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur Post-Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan kedalamannya. Robert Venturi berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated shed" adalah lebih baik daripada sebuah "bebek / duck" (bangunan di mana baik bentuk dan fungsinya menjadi satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan Arsitektur Post-Modern.
      Sebagian arsitek lain menjawab dengan menunjukkan apa yang mereka pikir sebagai akar masalahnya. ”Mereka merasa bahwa arsitektur bukanlah perburuan filosofis atau estetis pribadi oleh perorangan, melainkan arsitektur haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia sehari-hari dan menggunakan teknologi untuk mencapai lingkungan yang dapat ditempati”.
      Kesimpulannya, bangunan adalah produksi manusia yang paling kasat mata. Namun, kebanyakan bangunan masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang batu di negara-negara berkembang. Keahlian arsitek hanya dicari dalam pembangunan tipe bangunan yang rumit, atau bangunan yang memiliki makna budaya. Dan inilah yang diterima oleh masyarakat umum sebagai arsitektur. Peran arsitek, meski senantiasa berubah, tidak pernah menjadi yang utama dan tidak pernah berdiri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar