Pengertian
dan Sejarah Arsitektur
Arsitektur
Sebelum tahu lebih banyak tentang
arsitektur, sebaiknya kita tahu dulu tentang pengertian arsitektur, serta
sejarahnya. Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Arti yang
lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan
binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan,
arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain
perabot dan desain produk.
Sejarah Arsitektur :
Setelah tahu arti dasar dari arsitektur, kita akan mengungkit sejarah daripada
arsitektur. Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan, dan cara. Tahap
awal dari arsitektur adalah tahap arsitektur prasejarah. Seiring dengan majunya
zaman, manusia pun tambah berkembang dalam hal pemikiran, dan pengetahuan mulai
berkembang melalui tradisi lisan dan praktek-praktek, kemudian arsitektur
berkembang menjadi ketrampilan.
Lama-kelamaan kompleksitas bangunan dan tipologinya pun meningkat. Teknologi
pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipe
bangunan baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasipun bermunculan.
Selain itu, karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan. Karya-karya
tulis mengenai arsitektur menjadi kumpulan aturan untuk diikuti, khususnya
dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh ini antara lain karya-karya tulis
oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di abad Pertengahan
Eropa, mulai dibentuk asosiasi profesi oleh para ahli keterampilan bangunan untuk
mengorganisasi proyek.
Pada
masa Renaisans, humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih
penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur.
Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual, seperti Michaelangelo,
Brunelleschi, Leonardo da Vinci. Tetapi, tidak ada pembagian tugas yang jelas
antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau bidang-bidang kerja lain.
Bersamaan dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu, dan
munculnya bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, seorang arsitek menggeser
fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika. Kemudian bermunculanlah
arsitek priyayi yang biasanya berurusan dengan klien kaya dan berfokus pada
unsur visual dalam bentuk yang menuju pada contoh-contoh historis. Pada abad
ke-19, Ecole des Beaux Arts di Prancis melatih calon-calon arsitek menciptakan
sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa menekankan konteksnya.
Revolusi Industri membuka pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika menjadi
ukuran yang dapat dicapai. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas
dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau melalui produksi
massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran
dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.
Ketidakpuasan terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan
pemikiran-pemikiran yang mendasari Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher
Werkbund yang dibentuk 1907, memproduksi obyek-obyek buatan mesin dengan
kualitas yang lebih baik. Setelah itu, sekolah Bauhaus yang dibentuk di Jerman
tahun 1919, menolak masa lalu sejarah dan memilih melihat arsitektur sebagai
sintesa seni, ketrampilan, dan teknologi.
Masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada
tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, keburukan, keseragaman,
serta dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur
Post-Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum
pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan kedalamannya. Robert Venturi
berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated shed" adalah lebih baik
daripada sebuah "bebek / duck" (bangunan di mana baik bentuk dan
fungsinya menjadi satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan
Arsitektur Post-Modern.
Sebagian arsitek lain menjawab dengan menunjukkan apa yang mereka pikir sebagai
akar masalahnya. ”Mereka merasa bahwa arsitektur bukanlah perburuan filosofis
atau estetis pribadi oleh perorangan, melainkan arsitektur haruslah
mempertimbangkan kebutuhan manusia sehari-hari dan menggunakan teknologi untuk
mencapai lingkungan yang dapat ditempati”.
Kesimpulannya, bangunan adalah produksi manusia yang paling kasat mata. Namun,
kebanyakan bangunan masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang
batu di negara-negara berkembang. Keahlian arsitek hanya dicari dalam
pembangunan tipe bangunan yang rumit, atau bangunan yang memiliki makna budaya.
Dan inilah yang diterima oleh masyarakat umum sebagai arsitektur. Peran
arsitek, meski senantiasa berubah, tidak pernah menjadi yang utama dan tidak
pernah berdiri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar